Tugas 5 Konflik Organisasi



1. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja  configere yang artinya saling memukul. Dilihat dari sisi sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu. Hal itu lalu menimbulkan perbedaan yang menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Karena ciri-ciri individu dibawa dalam hal interaksi sosial, konflik merupakan hal yang wajar. Dalam kehidupan sehari-hari tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Definisi konflik menurut para ahli:
  1. Nardjana (1994), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
  2. Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
  3. Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998), yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another. Yang artinya, konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
  4. Stoner, konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.
  5. Daniel Webster, mendefinisikan konflik sebagai:
    1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
    2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan.
    3. Robbins, merumuskan konflik sebagai sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap ada oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah persepsi dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada. Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai bernuansa konflik ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik.
Selanjutnya, setiap konflik dalam organisasi konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, oposisi (lawan), kelangkaan, dan blokade. Di asumsikan pula bahwa ada dua pihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumber daya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh sumber daya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi konflik.
  1. Cathy A Constantino dan Chistina Sickles Merchant, menyatakan bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses.

2. Jenis dan Sumber Konflik

Jenis Konflik
  1. Konflik antara atau dalam (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)).
Misalnya saat seseorang menerima perintah yang berbeda dari dua atasannya. Atasan yang satu menyatakan harus menjaga jarak antar karyawan supaya kinerja tidak terganggu, sementara atasan yang lain meminta agar semua karyawan mengutamakan kerja tim, sehingga ia kesulitan menjalankan perannya.
  1. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
Misalnya tawuran yang terjadi antar sma 6 dan 70.
  1. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Misalnya segerombolan pendemo di depan gedung dpr yang mengakibatkan timbulnya tawuran antar polisi yang bertugas keamanan di sana.
  1. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
  2. Konflik antar atau tidak antar agama
  3. Konflik antar politik.

Sumber Konflik
  1. Faktor komunikasi
Misalnya pegawai lini memiliki wewenang dalam proses pengambilan keputusan sementara staff lebih pada memberikan rekomendasi atau saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting, sementara staff merasa lebih ahli. Ujung-ujungnya miss understanding di kalangan pelaku organisasi karena informasi yang diterima kurang jelas atau bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya.
  1. Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi
Misalnya dalam hubungan kerja, bagian pemasaran ingin agar produknya cepat laku. Kalau perlu dijual murah dan dengan cara kredit. Sebaliknya, bagian keuangan menghendaki pembayaran harus tunai agar posisi keuangan perusahaan tetap stabil.
  1. Faktor yang bersifat personal
Misalnya di waktu yang sama, seseorang harus membuat pilihan menerima promosi jabatan yang sudah lama didambakan atau pindah tempat tugas ke tempat lain dengan iming-iming gaji yang besar.
  1. Faktor lingkungan
Misalnya seseorang yang harus menjual produk dengan harga tinggi, padahal dia sadar bahwa calon konsumennya membutuhkan keuangan untuk ongkos sekolahnya.

3. Strategi Penyelesaian Konflik

  1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
  1. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
  1. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromi antara dominasi kelompok dan kelompok lain untuk berdamai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran positif, dengan alasan yang tidak lengkap, tetapi memuaskan.
  1. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
  1. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Terdapat juga cara bersikap untuk penyelesaian konflik:
  1. Bersikap proaktif
Setiap   anggota   tim  harus  turut  aktif dalam menyelesaian konflik secara proaktif.
  1. Komunikasi
Komunikasi yang lancar dapat menghindari  diri dari kesalahpahaman sehingga lebih mudah dalam menyelesaikan konflik yang timbul.
  1. Keterbukaan
Setiap  anggota  harus  terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat ditangani sehingga menjadi konflik yang fungsional.

4. Teori Motivasi

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

Berikut ini adalah 5 teori motivasi menurut para ahli:
  1. Teori Motivasi oleh Douglas Mc Gregor (Teori X dan Y)
Douglas Mc Gregor menemukan teori X dan Y setelah mengkaji cara para manager berhubungan dengan para karyawan. Ada empat asumsi negatif yang dimiliki oleh manager dalam teori X, yaitu:
  1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
  2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
  3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal (asumsi ketiga).
  4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu:
  1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain.
  2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
  3. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung jawab.
  4. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.



  1. Teori Motivasi oleh Abraham Maslow (Teori Hierarki Kebutuhan)
Teori motivasi yang paling terkenal adalah teori Hirarki Kebutuhan oleh Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal. Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan, teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.

  1. Teori Motivasi oleh David Mc Clelland (Teori Motivasi Kontemporer)
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan. Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
  1. Kebutuhan pencapaian: Dorongan untuk melebihi, mencapai standar, berusaha keras untuk berhasil.
  2. Kebutuhan kekuatan: Kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
  3. Kebutuhan hubungan: Keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
  1. Teori Motivasi oleh Herzberg (Teori Dua Faktor)
Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik.
Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi: (1) Upah, (2) Kondisi kerja, (3) Keamanan kerja, (4) Status, (5) Prosedur perusahaan, (6) Mutu penyelesaian, (7) Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan. Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat “tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan, atau faktor hygiene.
Faktor Intrinsik meliputi: (1) Pencapaian prestasi, (2) Pengakuan, (3) Tanggung jawab, (4) Kemajuan, (5) Pekerjaan itu sendiri, (6) Kemungkinan berkembang. Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.
Teori dua faktor Herzberg mengasumsikan bahwa hanya beberapa ciri pekerjaan dan karakteristik dapat menghasilkan motivasi. Beberapa karakteristik yang menjadi fokus manajer akan bisa menghasilkan kondisi kerja yang nyaman, tetapi tidak memotivasi karyawan. Motivasi ini diukur dengan cara mewawancarai karyawan untuk menguraikan kejadian pekerjaan yang kritis.


DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://firmandut.blogspot.com/2013/05/konflik-dalam-organisasi-dan-sumber.html
http://safety-ramboyz.blogspot.com/2013/01/konflik-organisasi-dan-penyelesaiannya.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
http://pengertianmanagement.blogspot.com/2013/03/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html
http://nyamploengan.wordpress.com/2013/10/19/makalah-kelompok-2-konflik-dalam-organisasi/

Komentar

Postingan Populer