Tulisan 10 “ Cerita Untuk Kakak “
"Kulihat
kembali tumpukan surat
kabar di rak meja ruang tamu. “Kecelakaan Garuda Tewaskan Ratusan orang,”
itulah topik yang selalu diberitakan dan menjadi hampir di semua surat kabar nasional yang
terbit sekitar sebulan lalu. Tragedy itu jugalah yang menewaskan kedua orang
tuaku dan membuat adikku satu-satunya terbaring koma sampai detik ini. Ada rasa sesal, sedih,
kecewa, marah, dan benci yang teramat sangat. Kalau saja Tita adikku, tidak
selalu merengek ingin liburannya ke Paris,
pasti kecelakaan itu tidak akan membuatku, yang masih menjadi mahasiswa tingkat
III, menjadi yatim piatu secepat ini.
Mungkin
predikat anak sial yang kudeklarasikan untuk Tita memang tidak salah. Selama 15
tahun kurasakan betapa bahagianya menjadi anak tunggal yang selalu dimanja.
Orang tuaku yang merupakan pengusaha sukses selalu memberikan apapun yang
kuminta. Tapi
kehadiran seorang
adik di tengah-tengah kami menjadikan hidupku berubah 180 derajat. Mama lebih
memperhatikan Tita, dan menyuruhku selalu mengalah. Tidak hanya itu, kedua
orang tuaku pun selalu membelanya meskipun jelas-jelas Tita-lah yang bersalah.
Ibarat putri raja yang seketika menjadi anak tiri. Menyebalkan !!! Kebencian
itu sudah kupupuk
semenjak mama dinyatakan positif hamil. Dan setiap hari hanya stress yang aku rasakan bila sudah berada di dalam rumah, karena tidak ada sedetik pun yang terlewat bagi Tita untuk tidak mengganguku.
semenjak mama dinyatakan positif hamil. Dan setiap hari hanya stress yang aku rasakan bila sudah berada di dalam rumah, karena tidak ada sedetik pun yang terlewat bagi Tita untuk tidak mengganguku.
Kejadian
kecelakaan itu tidak membuat setitik pun rasa iba, bahkan kebencianku semakin
memuncak padanya. Dialah yang merebut kebahagiaanku, dan dialah yang telah
merenggut nyawa kedua orang tuaku. Kejadian itu benar-benar membawa kesialan
bagi kehidupan pribadiku. Aku sudah tidak ada waktu lagi untuk jalan dengan
teman-temanku. Bahkan Indra, pacarku, memutuskan hubungan kami hanya karena aku
terlalu sibuk dengan Tita. Selama sebulan di rumah sakit, aku baru menjenguk
Tita 3 kali, itupun hanya untuk mengurus administrasi dan sekedar formalitas di
depan dokter saja.
Hari
ini aku menjenguk Tita. Gadis kecil yang diperlengkapi dengan selang dan alat
bantu kehidupannya lainnya itu, terbaring di ruang ICU yang cukup luas dan
bernuansa putih-putih. Saat melihat wajah itu hatiku selalu menjerit, “Dasar
Pembunuh!! Kenapa kamu tidak mati saja sekalian! Anak sial, kamu tidak hanya
merebut mama dan papa tapi teman-teman saya, Indra, dan semua kebebasan saya!!”
tak terasa air mata mengalir di pipiku, bukan air mata kesedihan, tapi jelas
air mata kebencian. Kenapa Tuhan tidak mencabut nyawanya saja sekalian. Kehidupannya
hanya akan menjadi beban seumur hidupku!!
Tak
kuasa menahan tangis, akhirnya aku keluar menuju taman rumah sakit dan duduk di
salah satu bangku taman yang terlindung sengatan matahari oleh sebuah pohon
yang rindang. Dan di situlah air mataku mengalir deras. Tiba-tiba kusadari ada
gadis kecil dengan rambut dikuncir dua sedang memperhatikanku. Seketika itu
pula aku teringat Tita, dan kebencian itu mendidihkan darahku kembali.
“Ngapain
sih? Tidak ada kerjaan apa ngeliatin orang nangis. Anak kecil kayak kamu
bukannya sekolah malah main-main di rumah sakit!” bentakku.
Yang
dibentak hanya tersenyum.
“Namaku
Rara, kakak siapa?”
“Yee…
nih anak bukannya pergi. Udah deh, kakak lagi stress, jangan bikin kepala kakak
jadi mumet.”
“Semua
orang yang ke rumah sakit pasti mumet, tapi itulah hidup, kadang sehat, kadang
sakit. Orang suka lupa sama tuhan kalau lagi sehat, tapi kalau sakit, apalagi
deket-deket mau meninggal, eh bukannya taubat malah nyalahin Tuhan, kok tuhan
ngasih cobaan seberat ini,” jawabnya yang membuatku melongo.
“Ih,
dasar anak kecil sok tahu!!”
“Aku
tahu, adik kakak sedang koma ya”
“Gak
usah dibahas deh!! Gara-gara dia, mama dan papa meninggal.”
“Dia
beruntung karena dia masih punya kakak. Aku juga sakit. Suatu saat nanti Tuhan
akan mengambil penglihatanku, tapi aku yakin Tuhan akan membantu dalam
kebutaanku karena Dia selalu adil pada semua orang, dan tidak akan membiarkan
seorangpun mendapat cobaan yang tidak bias ditanggungnya.”
***
Kejadian
hari itu benar-benar telah membuka mata hatiku. Seorang anak kecil telah
mengajarkanku arti kehidupan. Ia benar, Tita hanya tinggal memilikiku. Aku tak
pernah membayangkan bagaimana perasaannya saat ia tahu mama dan papa telah
meninggal.
Entah
mengapa akhir-akhir ini aku malah merindukan kehadiran Tita. Rumah ini
benar-benar sepi tanpa canda dan kata-kata polosnya yang selalu membuat mama
terpingkal-pingkal. Kulangkahkan kakiku ke kamar Tita di lantai atas. Kamar
yang bernuansa pink, gambar kartun dimana-mana. Kamar yang tak pernah kudatangi
sejak tragedi itu.
Tiba
tiba mataku menangkap sebuah buku harian bergambar mickey mouse. Kubuka lembar
demi lembar. Tak kusangka gadis berusia 7 tahun itu menulis segalanya tentang
diriku.
“Kak
Aurora adalah kakak paling cantik di dunia. Aku sayang padanya, amat cinta
padanya. Aku hanya ingin kakak bahagia, aku ingin seperti teman-teman, aku
ingin kakak mengajakku jalan-jalan, aku ingin kakak mengajariku matematika,
karena dia sangat pintar. Tapi kok kakak tak pernah mau ya?? Aku sedih. Aku
pernah Tanya sama mama apa kakak membenciku, tapi kata mama kakak sangat sayangi
padaku, dia Cuma tidak enak badan, makanya malas ngomong sama aku. Aku suka
ngejailin kakak, karena aku mau main sama kakak, tapi aku sedih karena kakak
menampar mukaku. Aku tidak bilang sama papa, takut kakak dimarahi, dan nanti
malah membenciku. Aku nangis semalaman saat kakak membuang kado ulang tahun
yang aku kasih, padahal aku membeli kado itu dengan uang jajan yang aku tabung
selama seminggu, sampai-sampai aku lapar karena tidak bisa jajan. Kakak,marah-marah
waktu baju pestanya bolong. Tadinya aku Cuma ingin menyetrika baju itu biar
tidak kusut, tapi pas lagi nyetrika, aku dipanggil mama, eh aku lupa, bajunya
jadi bolong, terus aku dimarahin abis-abisan deh.
“Diari,
aku punya rahasia besar!! Kakak kan punya pacar namanya Indra, tapi aku tidak
suka sama dia!! Aku tau dia punya pacar lain, kak veronica, sahabat kak Aurora. Aku pernah liat
meraka mesra-mesraan waktu aku nganterin mama ke mall. Tapi aku tidak berani
bilang karena aku takut kakak marah dan tidak percaya, aku takut ditampar kayak
waktu itu. Asyiik… besok aku ke Paris
sama mama dan papa, tapi kakak tidak ikut karena lagi ujian, tapi aku janji
akan beliin oleh-oleh yang buaaaanyak untuk kakak. Aku ingin kakak juga
bahagia…”
Air
mataku mengalir deras, kapalaku seperti terhantam ombak. Ya Tuhan, bagaimana
selama ini aku menyia-nyiakan adik kandungku. Kecintaannya kepadaku yang
mendalam malah kubalas dengan kebencian yang membara. Kado itu, baju pesta itu,
dan tamparan yang merupakan puncak kekecewaanku, rahasia tentang
Indra…..BODOH!!! Kamu adalah manusia yang paling kejam di dunia, Aurora. Adik yang bagaikan
malaikat itu telah kau sakiti hatinya! Telah kau robek perasaannya! Adik yang
selalu mengingatmu dan selalu berusaha untuk membahagiakanmu, malah kau tindas!
Aku kembali teringat dengan tamparan itu. Aku menamparnya dengan sangat keras,
sampai pipinya benar-benar merah, tapi ia hanya tersenyum dan bilang “Terima
kasih, Kak.”
Ya
Tuhan, izinkan aku untuk menebus dosa dan kesalahanku. Tapi….semua itu
terlambat. Tepat pukul 23.00 WIB malam itu, pihak rumah sakit meneleponku dan
mengabarkan Tita telah pergi untuk selama-lamanya.
Sekarang
aku sendiri, hanya sendiri. Permohonan bodohku agar Tuhan mengambil nyawa
adikku benar-benar terkabul. Seminggu setelah pemakaman Tita, aku kembali ke
rumah sakit untuk menemui Rara, tapi pihak tumah sakit mengatakan bahwa Rara
telah meninggal semingu yang lalu. Ia terlindas truk, karena pada saat
menyeberang, penyakit gloukoma yang selama ini dideritannya telah menyebabkan
kebutaan yang mendadak, sehingga ia tak mampu melihat saat ada truk yang
melintas.Rara adalah gadis kecil yang selama ini dirawat oleh pihak rumah
sakit. Dulu, Rara ditemukan di sebuah selokan karena dibuang oleh ibu
kandungnya sendiri.
Dua
orang gadis kecil yang telah mengajariku arti kehidupan dan memberikan cinta
kepadaku, kini telah pergi untuk selamanya. Hanya penyesalan yang tersisa, tapi
itu menjadi pelajaran yang amat berarti untuk masa depanku. Merekalah malaikat
kecil yang selalu ada dan tetap akan ada untuk selamanya di dalam hatiku.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar